Pertama tahu
yang namanya sashimi tahun 1998. Waktu
usai jam kerja, beberapa temen ngumpul di kantin yang kebetulan udah tutup. 2 botol coca cola penuh berisi cap tikus
tergeletak di atas meja.
![]() |
di comot dari google |
Ngga lama
kemudian seseorang muncul dengan nampan besar berisi irisan daging segar
kemerahan, dengan bumbu racikannya “Sashimi Tuna Bin, enak banget. Coba deh...!!”
Tiba-tiba perut
gue bergolak, dan satu kata terpatri permanen di otak gue selama bertahun-tahun:
‘jijik’
Gue cuma bisa
keheranan melototin kelahapan temen-temen menandaskan irisan daging mentah dari
ikan Tuna seberat 4 kg.
Hal serupa
terjadi untuk salad. Kolaborasi sayuran
dan buah yang disiram lelehan cairan putih kental bernama mayonais. Makanan yang bikin otak gue bener-bener buntu
untuk memahami kenapa mereka doyan makanan ‘aneh’ begitu.
Malah gue inget
pernah ngomong “Kalaupun gue udah laper
banget tapi cuma ada sashimi sama salad,
mendingan gue tetap laper daripada nge-lahap makanan ngga masuk akal begitu”
Ironisnya,
kenyataan malah bicara laen. Beberapa
tahun kemudian, dengan alasan yang ngga jelas dan terlupakan, gue malah
doyan makan sashimi and salad. Makanan yang pernah begitu menjijikan. Suer, gue sama sekali ngga pernah berharap
menyukainya.
==============
Gue coba kaitkan
terjadinya perubahan ajaib pada selera makan gue, dengan begitu banyaknya
perubahan kontrdiktif di sekitar gue.
Belasan taon
lalu, gue kenal seorang wanita yang begitu benci pada seorang pria. Hampir tiap hari ia menceritakan kebenciannya
ke ibu saya. Tapi saya cuma bisa
tersenyum waktu denger dia menikah dengan pria tersebut.
Di kesempatan
lain, ada temen pria yang begitu memuja istrinya hingga ke sum-sum tulang. Di usia pernikahannya yang memasuki tahun
ke-20, ia menggugat cerai sang istri,
dan menikahi wanita yang 12 tahun lebih muda.
Butuh sebuah
pengalaman, dan pergulatan batin yang mendalam pada diri tiap orang saat
memutuskan untuk menolak atau menerima sesuatu yang pernah sangat dibenci atau
di sukainya.
Jadi inget sama
kata-kata masa lalu yang masih membekas: hati-hati dengan kebencian, karena
bisa berbalik jadi kecintaan. Begitupula
sebaliknya.
Masa sich ? Kutukan atau sugesti ? Hehehe,...gue rasa ngga. Kan pilihan menerima atau menolak sesuatu,
murni keputusan kita sendiri.
No comments:
Post a Comment