“Males banget gue ngomongin duit…”
Pernah
ngga denger orang ngomong begitu…? Mungkin.
Tapi berapa banyak orang yang ngga doyan duit…? Ogah,…ogah,…gue ngga mau
mendiskreditkan kartu kredit,…upss,..maksudnya mendiskreditkan siapapun dalam
kaitannya dengan duit. Takut
kualat. Hehehe…kualat ngga dapet duit.
Tapi
bener koq. Biarpun ada jutaan sensus,
survey ato riset yang dilakukan di kolong langit ini, gue belom pernah denger
ato baca, ada survey ato riset tentang orang yang nolak duit. Misalnya:
“Sebuah
survey yang dilakukan oleh Lembaga keuangan Negara A terhadap 340.000 responden
di daerah AC, menunjukan sebuah angka yang mengejutkan. 25% responden sama sekali anti duit. 15%
sesekali doyan, 20% doyan banget, 40%
ketagihan duit”
Gue
yakin kalo emang ada survey semacam itu, pasti ngga bakal di peroleh data yang
akurat. Tau kenapa…? Karena pembicaraan
soal duit adalah pembicaraan yang menyentuh area-area sensitive sebagian besar
orang. Karena cuma sedikit orang yang
sudi ditelanjangi hasrat dan impian-impiannya akan duit. Banyak orang malu-malu harimau kalo bicara
duit, walau prinsip hidupnya 3 MU, alias
Mencari Uang, Mengumpulkan Uang dan Memperbanyak Uang. Tapi kalo ngomong di umum:
“Saya
paling tidak suka ribut soal duit. Saya
lebih rela kehilangan duit seberapapun jumlahnya daripada putus hubungan
keluarga…”
“Ini bukan soal duit, tapi komitmen bersama. Soal keadilan dan harga diri,…bla..bla..bla”
50
taon lalu, waktu gue masih muda (hehehe..) gue pernah kenal seseorang yang
harta ngga bergeraknya kalo dirupiahin mencapai sekitar 3 – 4 M. suatu ketika, sore-sore, di depan rumahnya
lewat seorang penjual kue. Anaknya yang
semata wayang ngerek-rengek minta beli ke ibunya. Ibunya lapor ke suami. Suaminya bilang:
“Mama, kita kan udah komitmen untuk hemat”
“1 biji aja pa,
kasian si-cipot” rasa iba seorang ibu mulai terusik
“Suruh minum teh
manis aja supaya kenyang”
sambung bapaknya
Sstt,…cerita
tersebut nyata loh.
Hayoooo,
jangan langsung memvonis orang dong,…karena sebenarnya tanpa sadar kita juga
pernah, atau malah sering berlaku begitu koq kalo ngomong soal duit.
Dengan
duit kita bisa melakukan banyak hal yang membuat hidup kita dan orang lain jadi
indah, atau sebaliknya.
Beberapa
puluh taon lalu, para peneliti di Amerika pernah melakukan riset dengan mengamati
dan mewawancarai ratusan orang-orang yang sangat kaya. Hasilnya, mereka, orang-orang yang sangat
kaya tersebut menjalani hidup penuh kebahagiaan. Dan hanya tidak lebih dari 10% saja yang merasa
kurang bahagia. (eh,..suer loh cerita tersebut gue baca di buku. Cuman lupa buku apa. Kalo boong, buku ato penelitiannya yang boong. Bukan gue,..hehehe)
Tapi
ngga sedikit juga kan kesengsaraan yang timbul karena kebanyakan duit. Walau lebih banyak lagi yang sangat sengsara karena
kesulitan duit.
Berita
di TV swasta pernah memuat kisah tragis seorang ibu yang terpaksa tega meracuni
3 anaknya hingga tewas, dan akhirnya bunuh diri minum racun yang sama, karena
tekanan ekonomi. Karena ngga punya duit
untuk makan sehari-hari.
Ada
juga kisah seorang suami di Eropa yang akhirnya terbukti sengaja menyebabkan istrinya kecelakaan masuk
jurang, dengan cara membuat blong rem mobil yang dikendarai sang istri, semata demi
asuransi jiwa yang bernilai puluhan milyard.
Belasan
taon lalu, di salah satu propinsi di Negara kita, seorang anak 16 taon, tega
meracuni kedua orang tuanya guna mendapatkan duit jutaan hasil penjualan tanah.
Gue
meng-amini salah satu isi Kitab suci yang menyatakan bahwa duit adalah akar dari
segala kejahatan. Tapi gue memilih untuk
meyakininya secara arif. Maksudnya,
bukan duit yang bakal njadiin gue budak.
Tapi gue bakal mencari duit, mengumpulkan duit, dan menjadikan duit
mainan gue. Hehehe….
Robert
Kyosaki pernah bilang: ‘bukan duit masalahnya. Tapi mental kita. Siap ngga punya duit banyak’
Mental
yang kaga siap toex punya duit bejibun bakal njadiin duit sebagai akar dari segala
kejahatan.
Udah
dulu ah,..anak gue udah manggil buat nggasak martabak yang baru gue beli. Hmmm,..baunya…Astaga,….koq gue cuma di sisain
1 biji sich,…itu kan 30 ribu………arrggghhhh…
Pepatah
Indian kuno:
Ketika
pohon terakhir sudah ditebang, ikan terakhir sudah di tangkap dan sungai
terakhir sudah diracun, barulah kita sadar bahwa uang tidak bisa dimakan.
No comments:
Post a Comment