(kalo loe
mbaca buku fisik, kan ada bagian halaman yang kosong ketika mau masuk topik,
ato judul baru. Nah, ini yg gue maksud
sebuah ‘jeda’.....gicyu)
Jeda 01.
Butiran pasir di Kejuaraan dunia sepakbola.
Hampir bisa
dipastikan kalo mata dunia bakalan tertuju ke ajang akbar 4 tahunan yang waktu
tulisan ini di bikin lagi di gelar di Brazilia, sebuah negara berkembang di
Amerika Selatan yang di awal-awal pelaksanaannya justru di demo abis-abisan
sama masyarakatnya karena dianggap menghambur-hamburkan uang di tengah
kemiskinan rakyat. Menurut info
terpercaya, Brazil ngabisin 1 milyar Euro, ato setara Rp. 16,38 Triliun untuk
perhelatan akbar tersebut. Emang sich
masyarakat sono ngga mendesak pemerintahnya buat beli permen ato pisang
goreng. Hehehe......
Agama yang merupakan
keyakinan hakiki banyak orang di bulatan bumi ini faktanya lebih sering memecah
belah, bukan mempersatukan. Ngga sedikit perseteruan antar bangsa dipicu
oleh sentimen agama. Tapi sepakbola
dengan caranya yang unik justru lebih sering mempersatukan. Ato mungkin aja kalo Sepakbola adalah ‘Tangan
Tuhan’ guna menyatukan umat ciptaanNya.
Only God knows.....hehehe.
Di ajang Piala Dunia,
dengan memanfaatkan luasnya lapangan hijau, para pemain yang abis nyetak gol bebas mengekspresikan ungkapan dan penyembahan
pada Tuhan yang diyakininya tanpa perlu Mesjid,
Gereja, Kuil, Vihara, pura atau Sinagoge,
dan tanpa kuatir kena rajam, diberondong senapan mesin atau ledakan bom. Liat aja para pencetak gol yang begitu
ekpresif melakukan sujud dan mencium lapangan hijau untuk bersyukur pada Tuhan,
membuat tanda salib sebelum masuk atau saat keluar lapangan, bergandengan
tangan berdoa bersama, serta berbagai ungkapan doa dan penyembahan yang menjadi
ciri khas Agama yang diyakininya.
Cuma di ajang piala dunia-lah kita bebas
mengibarkan bendera negara lain tanpa takut di monitor dinas intelegen, atau di
cap penghianat kalau negara yang harusnya kita dukung engga ikut
serta di ajang akbar tersebut.
Coba deh cermatin, bahkan ketegangan antar negara
yang lagi berlangsung-pun jadi reda sesaat ketika ajang piala dunia digelar. Malah, ada berita yang menyatakan kalo
beberapa episode perang sungguhan di medan perang, menunda sesaat
pertempurannya demi sebuah pertandingan.
Di ajang piala dunia-lah dua negara bisa barengan
nyanyi dan denger lagu kebangsaan musuh yang siap mereka kalahkan dengan hujan
gol sebanyak-banyaknya, tanpa korban jiwa dan tawanan perang.
Dan cuma di ajang inilah negara yang secara ekonomi
dan militer masuk level ‘under dog’ punya peluang mengalahkan negara maju ato superpower
tanpa memikirkan senjata canggih dan efektif sebagai pemusnah massal, karena
cuma dibutuhkan strategi menyerang dan bertahan efektif supaya bisa memasukan
gol sebanyak mungkin dan kemasukan sesedikit mungkin.
Dan mungkin, Cuma di ajang Piala Dunia-lah
Pemimpin sebuah negara bisa dengan santai sowan ke negara lain tanpa protokoler
ribet dan dikuntit mentri ekonomi, mentri pertahanan dan mentri luar negrinya,
buat ngasih dukungan ke tim negaranya saat ngadepin pertandingan penting.
Jeda 02. Perseteruan Terselubung Kaya dan Miskin
Beberapa waktu lalu
gue pernah baca status di facebook tentang rasa tersinggung seseorang yang
‘merasa’ lebih miskin. Harga dirinya
yang diposisikan sebagai si-miskin merasa dilecehkan. Dan ‘Mentang-mentang kaya’ adalah kata umum yang
disematkan ke segelintir, atau sekelompok orang yang dianggap menjadikan
kelompok lainnya sebagai pihak yang tidak berdaya secara ekonomi, hingga
terpaksa merasa tersudutkan.
Di waktu yang lain, gue
inget ketika telephon umum masih marak di pake, ada orang yang keliatan kaya
baru abis main tenis. Mungkin lantaran
HP-nya lupa di bawa, dia terpaksa ngantri
di box telephon umum yang waktu itu lagi dipake seseorang yang
tampilannya kampung banget, alias sederhana.
Pas si- orang kampung keluar, si-kaya ganti. Di dalem gue liat dia ngeluarin sapu tangan
dan megang gagang telephonnya. Trus dia
ngobrol. Pas keluar, dia ngomong entah
ke siapa, karena selain gue ada juga 2 orang laen yang lagi ngantri. Menurut dia telephonnya bau. Kalo di rumahnya selalu di bersihin pake
pengharum.
Pas si-kaya ngeloyor
sama mobilnya yang ratusan juta, salah satu orang yang ngantri bareng gue
nyerocos. Menurutnya mentang-mentang
kaya, sombongnya minta ampun. Gue cuma
mesem-mesem tanpa koment, soalnya gue belom membuktikan apa bener dia
sombong. Sapa tau aja gagang telephonnya
emang bau.
Dan emang bener,
setelah tinggal gue sendiri di box telephon, gue cium gagang telephon yang buat
ngobrol (maksudnya microphone-nya) ternyata emang beneran bau. Jadi si-kaya bukannya sombong. Dia bicara yang sebenarnya. Beda dong sombong sama ngomong apa
adanya. Cuman banyak orang aja yang
ngerasa ‘terintimidasi’ sama sikap dan kata-kata orang yang secara finansial
jauh di atas kita, sampe keluar kata-kata ‘mentang-mentang kaya’
Gue udah bergaul sama
orang-orang kaya, sekaligus orang miskin.
Dan menurut gue, dalam banyak hal sebenarnya ‘jurang pemisah’ antara
kaya dan miskin cuma perbedaan sudut pandang doang. Yah emang sich, kita juga ngga bisa menepis
fakta kalo ngga sedikit orang kaya yang asli sombong. Tapi yang miskin dan sombong juga ngga kalah
banyak koq.
Dulu waktu umur gue
25’an, gue sering ‘termakan’ sama opini kalo dalam banyak hal, kebangkrutan
sebuah bangsa banyak disebabkan oleh pola tingkah orang-orang kaya yang
berkolaborasi sama pemerintah. Tapi
ketika umur gue tambah tua, gue bisa ngeliat
kalo perspectif tersebut ngga bener. Karena negara ngga bakal bangkrut cuma lantaran
orang kayaq Aburizal, Yusuf Kalla, Rahmat Gobel, Ciputra, James Riyadi, Harry
Tanoesudibyo makin hari makin banyak di negri ini. Negara kita bangkrut karena napsu serakah
yang ngga terkendali dari segelintir orang.
Dan faktanya, segelintir orang tersebut jadi kaya. Ya lantaran napsu serakahnya dong.
Ada salah satu
kenalan baek gue yang hidupnya dulu memprihatinkan. Tapi karena keuletan dan kerja kerasnya,
ekonominya merangkak naik, dan kehidupannya jadi lebih bagus. Dan menurut beberapa tetangga, kenalan gue
itu sekarang jadi sombong. Jadi sering
menutup diri dan jarang bergaul sama tetangganya. Tapi gue ngga percaya. Gue coba cari tahu yang sebenarnya. Dan ternyata apa yang mereka liat ngga
seperti adanya.
Jadi ceritanya, temen
gue itu sekarang jadi lebih sibuk. Pergi
pagi dan pulang malam. Dan untuk
ngurusin usaha barunya, dia melibatkan istri, dan ngajak anak-anaknya, karena
di rumah dia ngga punya pembantu.
Kalaupun ada di rumah, dia banyak tidur karena capek. Kondisi ini yang di mata tetangganya dia jadi
tampak tertutup.
No comments:
Post a Comment