Loe pasti salah
kalo nyangka orang Manado ngga bisa logat Betawi, dan lebih salah lagi kalo loe
kira orang Manado cuma tau pesta dan hura-hura.
Tapi paling salah kalo loe kira orang Manado doyan bubur (gue
yang bilang)
![]() |
from google |
Kalo
tinutuan adalah makanan khas Manado yang akhirnya sukses (ato dipaksain, ngga
jelas juga sich) jadi ikon itu baru betul.
Tapi beda artinya kalo orang
bilang bubur itu tinutuan. Yang bener
tinutuan itu bubur. Oke,..oke,...ngga
usah muter-muter di soal dubur,...upss,..sory, maksudnya bubur.
Yang
bisa dibilang pasti, tinutuan harus terdiri dari unsur beras, jagung, sayur
kangkung, bayem, labu dan singkong.
Jangan coba-coba ditambahin sama cocacola, sirop, alpukat, nangka,
apalagi kolang-kaling.
Bisa
dibilang 7 dari 10 wanita Manado yang umurnya lebih dari 22 taon tahu bikin Tinutuan. Tapi tunggu, gue rasa iklan yang meligitimasi
bahwa 9 dari 10 wanita Indonesia pake produk tertentu itu ada sedikit unsur
nipunya deh. Bukan apa-apa, soalnya kan
iklan tersebut ngga pernah mencantumkan sumber pembuat survei, ato metode
surveinya. Mereka bikin statement yang
seolah dari hasil survei itu kan cuma berlandaskan kepercayaan bahwa ngga bakal
ada orang yang iseng ngecek kebenarannya di lapangan.
Balik
ke Tinutuan.
Walaupun
salah satu eks Presiden R.I, yakni alm. Pak Harto pernah bilang bahwa Tinutuan
adalah salah satu contoh makanan sehat, ngga lantas bikin Tinutuan menasional
dalam waktu singkat. Malah faktanya ngga
semua orang Manado doyan Tinutuan.
“Ngga bikin kenyang, cuma cape ngunyah”
Begitu kata-kata salah satu mahluk carnivor yang kebetulan temen gue, dan penganut
aliran ‘asal bukan Tinutuan’ menu sarapannya.
Bagi
Tinutuan mania tentunya statement tersebut tahayul semata. Buat mereka ngga ada menu senikmat
Tinutuan. Makanya mereka sudi melanglang
buana memasuki semua tempat makan
Tinutuan, guna mengklasifikasi dan me-standarisasi tempat makan Tinutuan paling
lezat, gres, dan eksotis yang kemudian
bakal mereka tandai di denah digital Ipad Samsung dan Apple mereka. Sebenarnya sich maksud dan tujuannya simple:
supaya kalo ada tawaran makan gratis, mereka dengan cepat merekomendasikan
lokasi tersebut. Mau tahu pilihan jaraknya
? Sekitar 100 km. Hehehe,...makan dan
jalan-jalan gratis.
Makanya
ada lelucon basi soal tawaran makan gratis.
“Gue bayar makan, loe nanggung transport”
Yang
ditraktir cuma 3 orang, tapi jarak ke lokasi makan 180 km. Anggaplah makan 1
orang maksimalnya 20 ribu, total 80 rb sama yg nraktir, tapi ongkos transport pp
250 rb.
Pokoknya,
Tinutuan tetaplah tinutuan, makanan khas Manado yang resepnya udah ada di
internet tapi ngga pernah dihidangin di meja pesta kawin orang Manado
sendiri, belom tersedia dalam kaleng
kayaq cornet ato ikan kaleng, rasanya sama sekali ngga nanonano, dan masih
belom terlengsengserkan oleh produk-produk kampung kayaq KFC, Texas, McDonald,
Lasagna, Pizza Hut, Hokahoka Bento, Tempura, ato Dorayaki (sepupunya doraemon).
Tinutuan
bukan lagi sekedar makanan, tapi juga mewakili keragaman suku, budaya dan agama
orang-orang Manado.
Sekedar
info, ‘Tinutuan terakhir’ sama sekali ngga ada kaitannya sama ‘The last
Mohican’ ato the last Samurai. Dalam
artian, yang bikin tinutuan bukan orang Mohican, dan motong sayurnya ngga pake
Samurai. Hehehe,....
‘Tinutuan
terakhir’ adalah gambaran besar yang memuat episode-episode petualangan seorang
anak Manado ndeso bernama Rolly Mandagi. Termasuk pertobatannya dari seorang
pembenci Tinutuan, menjadi,...mmhhh,...ikutin aja kisah selanjutnya. Kalo
sempet, dan kalo ngga ujan. Tapi kalo ngga,...awaaaass......
(oh ya, semua nama, tempat dan kejadian cuma rekaan doang. kalo ada yg sama,...hehehe,..percayalah itu cuma kebetulan)
==================
Ikuti Episode 1. When Rolly Meet Sumarno. Silahkan klik di sini
(oh ya, semua nama, tempat dan kejadian cuma rekaan doang. kalo ada yg sama,...hehehe,..percayalah itu cuma kebetulan)
==================
Ikuti Episode 1. When Rolly Meet Sumarno. Silahkan klik di sini
No comments:
Post a Comment