Saturday, May 19, 2012

IKAN KAYU DAN PROSPEKNYA


Kalo di bagian sebelumnya saya pernah menulis tentang ikan kayu, di postingan ini saya mencoba mengajak pembaca untuk sedikit mengintip prospeknya.
Pembukaan…….

Kalo anda tanya orang Jepang yang paling ahli soal ikan kayu,  saya bisa memastikan mereka ngga akan mau meng-klaim sebagai ahli.  Paling mereka bakalan bilang “masih belajar”  Bisa aja mereka bener, karena budaya mereka memang menuntut untuk terus mencari dan mencoba variasi  yang bisa diciptakan dari produk ikan kayu.   Tapi kenapa ikan kayu ?  karena bagi orang Jepang, ikan kayu ibarat tempe dan tahu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.  Lebih khusus Jawa.

Tapi mereka punya persoalan, yakni  keterbatasan bahan baku,  hingga terjadi ketidak seimbangan antara permintaan dan ketersediaan.   Produksi dalam negri Jepang sendiri baru dapat memenuhi  40% permintaan, hingga sisanya harus mereka impor dari Negara seperti Indonesia, Thailand, Philipina, dan Vietnam.

Berdasarkan  informasi, eksport ikan kayu Indonesia ke Jepang tidak lebih dari 25% dari 60% kuota yang dapat diperebutkan.   Peluang.  Merupakan ejaan yang sangat di pahami pebisnis.

Sepengetahuan saya, di Bitung (khususnya) pernah mengalami kondisi dilematis antara pengusaha penangkap dan pengolah.  Pengusaha penangkap complain ke Pemda saat tangkapannya melimpah tapi tidak bisa di tampung pengusaha pengolah, hingga meminta Pemda membuka kran eksport beku.  Lalu, ketika kran eksport di buka, giliran pengusaha pengolah yang complain karena kehabisan bahan baku.

Kenapa saya antar pembaca pada fenomena di Jepang dan Indonesia (diwakili Bitung)….?  Simple.  Kalau ada yang tertarik berkecimpung di bisnis ikan kayu, sebaiknya pengusaha penangkap.

Penutup……….

Gimana sich prospek ikan kayu ? Harusnya bagus.  Setidaknya di bawah leadership yang capable.
Teorinya…? 

Ikan kayu cuma olahan tradisional yang kuncinya cuma di perebusan (boiling) dan pengasapan (smoking).  Ngga susah.  Sistemnya yang sedikit perlu sentuhan, tapi kedepannya bisa jadi bukan aja di Jepang, China, Korea, seperti yang selama ini, tapi juga Eropa dan Amerika.  Gejalanya udah kliatan koq.

Hitungannya….?

Utk menghasilkan 1 kg ikan kayu kering (kadar air 20%), di butuhkan 5,55 (bulatkan aja 5,6) kg bahan mentah.  Yield 18%.

Lama proses (1 siklus) dari mentah sampe kering: 14 hari

Bahan baku utama: cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tongkol/deho (Eutynus sp)
Bahan pembantu utama: kayu bakar (utk proses pengasapan) dan solar/batu bara (utk proses perebusan)

Hitung yuk…!

Anggap proses 10.000 kg/hari. 10.000 x Rp.15.000 (hrg cakalang/kg) = Rp. 150 jt

Tenaga kerja : Rp/kg (tergantung produktifitas kan…)

Kayu: Rp/kg (tergantung produktifitas kan…)

Solar: Rp/kg (tergantung produktifitas kan…)

Jadi : 10.000 ; 5,55 = 1.801 kg (kering)

Jual : (tergantung nego sama buyer) tapi anggap aja 880 Yen/kg.  kurs 107.
Total jual: 880 Yen x Rp.107 x 1801 kg = Rp. 169.582.160 minus (bahan baku + ongkos produksi) = ……?

Uppps, itu belom termasuk ‘sampah’ alias scrab, alias serpihan tulang dan daging yg diistilahkan sebagai fish meal. Jumlahnya 18% dari total proses mentah. 

10.000 x 18% = 1.800 kg/hari x Rp. 750 = Rp. 1.350.000


Kalo hari prosesnya 25 hari, bisa dong ngitung sendiri…..

Ok, sekian dulu dech.  Sory, saya ngga bisa nyusun deskripsinya lebih bagus.

Kalo ada yg tertarik untuk lanjut,..silahkan email ke: ry_ticoalu_17471@yahoo.co.id

Catatan:
Satu, lebih baik saya kasih tau duluan:  saya tidak bertanggung jawab dalam hal pemasaran (kalo ada yang tertarik,…heheheh….), soalnya saya bukan orang pemasaran.

Dua, untuk institusi pendidikan harus menggunakan e-mail institusi saat contact. Saya bakal bantuin ngeset peralatan produksi skala kecil.

No comments: