Sangihe, Tahuna. 01 Januari 2012
(ih judul apaan sich tuh...)
Gue ngga tau berapa umur anda waktu
mbaca tulisan ini. Tapi pernah ngga anda
tanya ke diri sendiri, untuk apa anda hidup…?
Hehe,..udah bosen ya sama pertanyaan norak begini. Ato anda termasuk orang yang kesel sama
hal-hal teoritis and berbau sentimental…yach,..what ever-lah. Tapi coba dech anda jawab pertanyaan
tersebut.
Gue yakin kalo pertanyaan tersebut
disodorin ke pembunuh berantai asal Amerika Serikat (sayangnya gue lupa
namanya…) yang udah membantai 37 nyawa anak-anak, dan menanamnya di kolong
rumahnya, dia ngga bakal menulis untuk jadi pembunuh sadis. Kenapa gue yakin..? Ya, karena gue percaya kalo di lubuk hati
yang paling dalam dan paling suci tiap insan, slalu ada hal-hal mulia yang
ingin dilakukannya.
Gue yakin kalo Sang Pencipta Yang Maha
Suci dan Agung, gak bakalan menciptakan manusia berhati jahat. Gue yakin kalo semua ciptaanNya pasti
sempurna. Karena Dia sendiri sempurna.
Kalo faktanya ada manusia sekejam
Jenghiz Khan, Hitler, ato Pol Pot yang semuanya udah membinasakan sekitar 50
juta jiwa, bukan berarti mereka disetting jadi pembunuh sejak lahir, melainkan
karena rangkaian panjang hidupnya yang membuat mereka berespons salah.
Coba dech pelihara Srigala ato Harimau
sejak bayi. Berikan makan dan kasih sayang dengan baik. Bukan tidak mungkin Harimau dan Srigala
tersebut menjadi lebih lembut ketimbang Merpati. Tapi coba rubah perlakuan anda. Kasih makan asal aja, trus gebukin tiap
hari. Hehehe,…jangan-jangan anda di bikin
‘steak manusia’
‘Tiap mahluk berespons atas apa yang
diterimanya’…….Begitu menurut penelitian para ahli.
Tapi Yang Maha Suci Tuhan memberikan
kehendak bebas kepada tiap insan untuk memilih ‘respons’ atas segala hal yang
di terimanya.
Trus, apa kaitannya dengan pertanyaan
‘Untuk apa kita Hidup…?’ Ok,sederhanya
gini, entah kita sadarin ato ngga, tindakan yang kita jalanin dalam hidup
keseharian kita, akan menunjukan respon apa yang sebenarnya udah kita
pilih. Apakah kita berespons sebagai
orang yang “Semuanya harus demi gue” ato
“Hidup gue juga harus memperhatikan hidup orang lain”
Ok, gue ngga terlalu tertarik membahas
yang “Semuanya harus demi gue”….Kenapa..? Silahkan renungkan sendiri deh.
Idealnya, kita emang harus hidup bukan
untuk diri kita sendiri, tapi juga untuk orang lain. Karena kita emang gak mungkin hidup tanpa
orang lain koq. Lah wong Tuhan aja
menciptakan Hawa supaya Adam gak sendirian.
Nah, karena ketidakmampuan kita hidup sendiri itulah membuat kita juga
dibutuhkan orang lain.
Siapa sich orang lain itu..? Orang
Africa..? Mexico..? Ato Suku Dani di pedalaman Papua..? Bisa ya, bisa
tidak. Karena orang lain itu bisa aja
anak-anak kita, suami/istri, orang tua, kakak/adik, sepupu, ato
tetangga-tetangga terdekat kita.
Orang-orang yang cuma sejauh jangkauan tangan kita.
Jujur, gue sering terharu plus iri
sama perjuangan seseorang ato sekelompok orang yang penuh dedikasi dan
pengorbanan tanpa pamrih menolong kaum lemah yang butuh pendidikan, pengobatan,
ato peningkatan taraf hidup.
Tapi di tengah keterbatasan gue,
akhirnya gue harus ‘berdamai’ dengan diri gue sendiri, hingga gue mendapati
sebuah ‘aha’…sebuah pemikiran dari sebait kata-katanya Kahlil Gibran:
“Kalau anda gak bisa jadi jalan besar,
jadilah jalan setapak yang mengantar orang ke mata air”
Kita ngga harus jadi kayaq Warren
Buffet yang menghibahkan puluhan Milyard kekayaannya untuk yayasan social yang
menolong orang-orang kurang mampu, ato para pejuang kemanusiaan yang begitu
menginspirasi kehidupan. Karena buat
gue, dengan tidak merampas hak-hak orang miskin dan anak Yatim Piatu juga sudah
merupakan sebuah tindakan yang berarti untuk hidup orang lain.
Putri bungsu gue yang baru 4 taon,
Berlian, seringkali ndesak mamanya untuk mbeli apa aja, entah daun singkong,
ubi, pisang goreng, dll, yang di jual anak-anak kurang mampu yang lewat depan
rumah. Bukan lantaran dia tertarik sama
dagangannya (emangnya tau apa dia soal daun singkong...), tapi perasaan ibanya pada si-penjual. Karena cuma kata ‘kasihan’ yang keluar dari
bibir mungilnya yang cerewet waktu ndesak mamanya.
Walau kadang uang di rumah udah pas-pasan,
tapi gue ama istri gak mau ngecewain si-bungsu.
Kita gak mau memadamkan benih-benih keperdulian yang bersemi di
hatinya. Sebaliknya, kami berharap dan
terus memupuk benih tersebut agar berbuah bagi kehidupan orang banyak kelak.
Akhirnya, taon 2012 udah kita jalanin.
Dan ini tulisan gue yang pertama tahun ini.
Gue yakin isu sentral masih tentang (dan selalu) kehidupan manusia dan
masa depannya. Loh,…kan akhir dari semua
isyu di bumi adalah tentang kehidupan manusia.
Emang pemanasan global masih ada artinya kalo semua manusia udah gak ada
lagi…? Apa pentingnya topik Keruntuhan Ekonomi Eropa kalo bumi tinggal berisi
kutu, kelelawar ato kecoa ngesot..?
Nah, berarti kita gak akan lari jauh
dari persoalan “Kita Hidup Untuk Orang Lain Juga”
Di bagian terakhir sekali, gue inget
sama rumus Matematika untuk mencari Isi Persegi Panjang: Panjang x Lebar x Tinggi
Mungkin sinkron juga ya sama
kehidupan. Bahwa hidup bukan soal berapa
Panjang kita hidup, tapi juga seberapa Dalam (tinggi) dan Lebar kita mengisi
kehidupan itu sendiri.
Sinkron
juga sama kata-kata ahli kehidupan, yang Beliau sampaikan saat Lokakarya di
sebuah bukit:
“Berbahagialah
orang yang murah hati….”
Jangan lelah untuk kampanyekan: Hentikan Perang dan kekerasan di Indonesia, hingga ujung bumi
hey,....Happy New Year...May 2012 would be better......
hey,....Happy New Year...May 2012 would be better......
2 comments:
hehehe jd inget , menjelang tahun 2012 temen n sodara pada rame bertanya ke gw soal resolusi/target hidup taon 2012.
gw jawab:
hah , apaan tuh ? gw kagak pernah tuh mikir ke sono
semuanya pd protes . katanya gw kudu musti ada target / resolusi di taon baru .
i said : hey yo! everyday i leave my life to the fullest !
neways , happy new year yo !
hehe...bhs nt fresh juga ye. mirip si Akon.
Post a Comment