Monday, October 25, 2010

CELANA DALAM SANG MAHASISWI

(Kisah yang rada konyol ini terjadi saat ‘calon  cerdik pandai’ lagi KKN  di  desa  salah satu pelosok Minahasa)

KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang disetting sebagai ‘bekal’ calon cerdik pandai untuk memperluas wawasan, membentuk mental mandiri, and bersosialisasi dengan masyarakat, justru lebih banyak membawa kisah beraroma petualangan para calon pemangku gelar Sarjana.

Sebut aja Riska, mahasiswi cantik nan imut calon Cum Laude.  Di tempatkan di salah satu sudut Minahasa. Peristiwa unik mengusik kenyamanannya. Celana dalamnya raib dari jemuran di hari ke-3 per-KKN-nya.

Doski diam waktu yang hilang cuma satu helai. Mungkin ditiup angin, pikirnya.  Maklum, jemurannya kan sederhana-cuma dari anyaman ijuk- Tapi doski ’terpaksa’ ribut  waktu yang kedua, tiga dan empat juga ikutan hilang.
ngunduh dari mbah Google

Akhirnya kasus empat celana dalam yang raib ini melibatkan Hukum Tua (hampir sederajat dengan Lurah) kampung tersebut. “Kalo harganya murah sih saya rela pak. Tapi ini Wacoal,” protes Riska

Hukum Tua terdiam memandangi wajah cantik Riska yang putih mulus (mungkin diamnya karena lagi ngebayangin Riska mengenakan Wacoal-nya yang hilang)

Hehehe,...wanita kota tahu persis ‘kelas’ Wacoal. Kualitas bagus, and harga selangit. Tapi buat orang kampung, Wacoal mungkin cuma sejenis coklat bubuk yang diminum pagi dan sore hari untuk menghangatkan tubuh.

Bag bendungan jebol, hilangnya empat ‘Wacoal’ Riska meyebar ke seantero kampung (mirip dengan hebohnya pengakuan Susno Duaji beberapa waktu lalu).

Semua orang akhirnya tahu ukuran, model, warna, sama bandrolnya.

Bisa buat beli beras seminggu.” Seorang nenek melongo karena takjub.

Singkatnya, keempat celana dalam tersebut ngga berhasil ditemukan. Hilang seperti banyak keperawanan.

Keperawanan ? Masih punya artikah kata itu di jaman sekarang ? Mana sich sebenarnya yg lebih penting: selaput tipis yg bisa dioperasi jadi seperti semula, ato hati pemiliknya ? Hati yg perawan.    

Sehari  menjelang KKN usai, para mahasiswa  dikejutkan oleh ‘kembalinya’ empat celana dalam Wacoal tersebut. Terbungkus  rapi dalam kertas Koran.

Yang menggelitik adalah isi  surat yang ditulis tangan, dan terlipat bersama empat celana dalam tersebut. Bunyinya:

 “Sayang sekali barang semahal ini hanya untuk menutupi kemaluan. Padahal, anda tidak sudi memperlihatkannya pada orang lain waktu lagi di pakai.”

Calon cerdik pandai pulang dengan rasa malu. Dipermalukan oleh keluguan masyarakat desa.

Mungkin kita ikut tersenyum membaca kisah tersebut. Tapi tanpa sadar, sesungguhnya kita juga sering melakukan hal yang sama. Ah, orang kota memang banyak anehnya. Selalu aja ribut soal ‘pembungkus’. Soal penampilan luar. Tanpa perlu pusing soal kualitas ‘yang dibungkusnya’

JIKA TERSESAT SAAT MENDAKI/TURUN GUNUNG

Ada beberapa factor yang sering menjadi penyebab seseorang hilang/tersesat saat pendakian, atau ketika turun/pulang. Seperti kurang mengetahui medan, melewati rute baru, atau karena pengaruh ‘hal-hal gaib’.
(Catatan: tanpa bermaksud menakut-nakuti, hal gaib bukanlah isapan jempol. Karena beberapa pendaki mengalami hal tersebut. Sesuatu yang kurang logis memang)
Namun penulisan ini tidak membahas persoalan ‘gaib’ tersebut, melainkan terfokus pada kondisi logis yang dapat ‘dikendalikan’
-     Tenang. Jangan gugup.
Dalam ketenangan, biasanya seseorang dapat lebih jernih mencari solusi

-     Kurangi perjalanan saat malam hari
Sebaik apapun alat penerangan yang di gunakan  pada malam hari, masih jauh lebih baik jika perjalanan di lakukan pada siang hari. Selain jarak pandang lebih luas, juga lebih memungkinkan untuk mengantisipasi jurang, serta binatang buas.
   
-     Ikuti aliran air (jika di temukan)
karena sifat air yang senantiasa mencari tempat yg lebih rendah, maka dengan mengikuti ailirannya, peluang untuk menemukan jalan pulang akan lebih terbuka

-     Gunakan alat komunikasi
Perkembangan tekhnologi komunikasi, akan lebih memudahkan pendaki masa kini untuk melakukan kontak saat tersesat.

-     Perhatikan petunjuk pada alam sekitar, seperti arah terbit dan terbenamnya matahari, lumut pada batang-batang pohon, ukuran pohon, jejak kaki hewan. Kejelian dalam melihat petunjuk pada alam pegunungan akan sangat membantu untuk menemukan jalan pulang. Sbg contoh adalah ukuran batang pohon. Pada beberapa gunung, semakin besar ukuran batang pohon, mengindikasikan bahwa pada lokasi tersebut tdk jauh dari puncak gunung. Begitupula sebaiknya.

-     Cari jalan turun
jika seseorang tersesat saat hendak pulang, maka hal paling sederhana adalah mencari jalan turun. Dalam kondisi ini, tidaklah terlalu penting jika ‘jalur normal’ tidak ditemukan. Yg terpenting adalah ‘turun’

-     Hemat persediaan makanan dan minuman, sambil memakan buah/tumbuhan yang ada di alam. Untuk makanan, buah yang dimakan hewan mamalia, umumnya ‘aman’ untuk di makan. Selain itu, daun-daun yang tidak bergetah dan berbulu, dapat di makan, dengan terlebih dulu mencicipinya, dalam jumlah sedikit.

Thursday, October 21, 2010

SARAN SEDERHANA MENJELANG MENDAKI GUNUNG

Bagi sebagian orang yang menggemari petualangan di alam bebas, mendaki gunung  bukan hanya sekedar petualangan, namun perpaduan antara olah raga, kesenangan dan seni. Selain menarik, mendaki gunung juga beresiko. Khususnya bagi pendaki pemula. Karena pada ketinggian dan kesunyian alam pegunungan, hal-hal tak terduga sangat mungkin terjadi.  Tersesat dan kecelakaan, bukan hal baru dalam kegiatan tersebut.

Walau mendaki gunung bukanlah aktivitas yang terlalu sulit, namun tidak berarti bisa dianggap enteng, sebagaimana halnya  belanja ke Mall.
Melihat kenyataan masih banyaknya kecelakaan  yang menimpa beberapa pendaki akhir-akhir ini, menggunggah saya untuk membagikan sedikit pengetahuan sederhana sebelum melakukan pendakian.
1.    Persiapan Awal

a.  Persiapan Fisik dan mental
Pada kenyataannya, banyak pendaki yang menganggap remeh factor ini. Sebaiknya batalkan pendakian jika kondisi fisik kurang fit. Krn selain menyulitkan perjalanan, juga kerap menyulitkan rekan lain. Begitupa dengan factor mental. Sebaiknya jangan jadikan gunung sebagai ajang latihan mengatasi rasa takut kegelapan, ketinggian, atau suhu dingin. Latihlah dengan cara yang lebih mudah dan kurang beresiko, sebelum melakukan pendakian.
b.    Mengenal medan Pendakian.
Dg menggali informasi sebanyak mungkin dari pendaki pendahulu, atau masyarakat sekitar. Misalnya, apakah gunung tujuan pendakian mengeluarkan gas beracun yg berbahaya (krn ada beberapa gunung yang pada waktu tertentu mengeluarkan gas beracun), atau jurang-jurang tersembunyi, bebatuan yang mudah runtuh, dsb.
Catatan: dlm salah satu ‘kode etik’ pecinta alam, disebutkan: “menghormati tatanan kehidupan yang berlaku pd masyarakat sekitar.”  Ini sangat penting utk di perhatikan, krn tdk bisa di pungkiri bahwa terkadang ada hal-hal ‘tabu’ yang sebaiknya dipatuhi, guna menghindari kemungkinan yg tidak dikehendaki. Untuk mensikapi fenomena ini, dibutuhkan kerendahan hati. Bukannya kekerasan hatiMenghormati tatanan kehidupan yang berlaku pd masyarakat sekitar, bukan berarti mengubah keyakinan secara prinsipil. 
c.  Menginformasikan pada teman, kerabat, atau pemerintah di sekitar kaki gunung ( yg tidak ikut serta dalam pendakian) tentang tujuan pendakian, serta rencana kedatangan.
d.  Berdoa memohon perlindungan dari Sang Pencipta Alam

2.    Persiapan Perlengkapan
Mendaki gunung tanpa perlengkapan yang memadai sama halnya 
  menyiksa diri” adalah bahasa tidak tertulis yang ‘dipegang erat’ para 
  pendaki. Adapun kelengkapan yang dibutuhkan
a.  Ransel yg kuat, sepatu yang bersol kuat, serta ‘bergigi’ (mis, lars yang di gunakan tentara) Selain berfungsi melindungi keamanan kaki, juga mengurangii resiko cedera.  Tenda, senter, lilin, pisau, HP, pakaian kering cadangan (sebaiknya dimasukan kedalam plastic guna menghindari basah krn hujan), jaket, kompas penunjuk arah (lebih bagus jika punya peta), perlengkapan makan/minum, serta wadah untuk memasak air panas.
b.  Makanan dan minuman
Bawalah makanan dan minuman yang sesuai dengan rencana perjalanan. Saran: bawalah minuman sbg penghangat tubuh, berupa air rebusan jahe dan gula merah.

Selamat Mendaki Gunung

“Jangan Tinggalkan apapun kecuali jejak kaki, dan jangan mengambil apapun kecuali foto”