Friday, October 11, 2019

Allah Yang Pang Maaf


Mungkin anda pernah melihat, entah di film, medsos, selebaran atau apapun, tentang betapa banyaknya orang di luar sana yang tanpa perasaan sama sekali, menghina, menghujat, bahkan  melecehkan Yesus Kristus dengan sedemikian kejinya.

Kita juga kerap mendengar tentang ratusan, bahkan mungkin jutaan rumah ibadah dan Gereja yang di rusak dan di bakar sejak era presiden Soeharto.  Belum lagi jutaan pengikut Kristus yang dianaya, bahkan di bunuh karena imannya pada Kristus.

Kita marah, sakit hati, dan kecewa.  Kita bahkan sakit hati bukan semata karena semua perlakuan tidak adil itu.  tapi lebih pada diamnya Allah dlm Kristus Yesus akan semua kekejian itu.  Allah terlihat bagaikan domba lemah tanpa daya apa-apa yang bulu-bulunya dibotaki, lalu di giring ke tempat pembantaian.  Allah lebih sering tampil bagaikan lelaki renta yang buta, tuli, cacat dan terdiam di sudut selokan bau.  Allah melukiskan diriNya sendiri sekarat dalam keabadian.

Allah yang kita sembah sebagai Singa dari Yehuda, Gunung batu yang teguh, penolong yang ajaib malah lebih terdengar bagaikan kisah dongeng 1001 malam, pengantar tidur anak-anak.

Dalam salah satu fim berjudul ‘Tears of The Sun’ komandan pasukan Amerika yg gagah berani, yg di bintangi Bruce Willis, dengan tampang penuh kekuatiran dan ketakutan, berkata memelas:

Bahkan Tuhan-pun sudah meninggalkan Africa

Philip Yancey, seorang jurnalis Kristen senior menulis beberapa buku tentang “Diamnya Allah” dari jeritan pengikutNya.  Salah satu yang fenomenal adalah “Where is God, When it Hurts”

Pertanyaan yang sama yang telah terngiang sejak berabad-abad lampau dalam sanubari pengikut Kristus, yang bahkan belum juga menemukan pencerahan hakiki tentang ‘Mengapa Allah lebih banyak berdiam diri dalam penderitaan umatNya’

Hmmmm,…tanpa pernah sungguh-sungguh kita sadari, Allah telah mengisyartkan hal itu jauh sebelum kita percaya pada Yesus Kristus.

Bukit Golgota adalah kunci dari semua pertanyaan nelangsa itu.

Di sana, di tempat terbuka yang panas teriknya di perkirakan mencapai  45 derajat Celcius, Sang Pencipta semesta alam, membiarkan diriNya dipermalukan, di hina melewati level kemanusiaan yang paling rendah.  Tergolek lunglai dalam ketidakberdayaan.

Fenomena paling memalukan ditampilkan di hadapan mata orang-orang yang percaya bahwa DIA lah penguasa alam semesta raya.

Stop…..

Sekarang bayangkan kalau situasi itu terjadi nyata saat ini.

Allah dlm Yesus Kristus, yang kita sembah dan puji siang dan malam, di Gereja, ibadah padang, kolom, kaum ibu, kaum bapa, remaja dan pemuda, dsb.  Yang namaNya di Agung-agungkan oleh berjuta Evangelis, Pastor, Pendeta, Gembala, lewat khobah-khotbah spektakuler dengan beribu mukjizat kesembuhan atas namaNya di  Stadion, TV, chanel-chanel Rohani internasional, dsb, tampil total memukau  sangat memalukan.  Telanjang dan menahan kesakitan yang memilukan.  Sungguh memalukan.

Saya sendiri  tidak yakin kalau iman saya masih ada saat itu.  Apalagi di sekitar saya berdiri ribuan orang penghujat dan penghinaNya.  Lalu dengan senyum bangga penuh kemenangan, mereka akan berkata:

Itu Tuhan yang ngana puja-puji dan Agung-agungkan…?”  Mereka meludah ke tanah dengan kejijikan.

Tapi tiba-tiba, dari mulut sekarat di kayu salib itu, terdengar sebuah kata-kata:

Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu yang mereka perbuat……
…..Sudah selesai…”

Tabir Bait Suci terbelah dua
Terjadi gempa bumi
Bukit-bukit batu terbelah
Kepala prajurit Romawi yg atheis berkata: "Sungguh Dia anak Allah"


Allah bertindak sesuai waktu dan rencanaNya.

Dapatkah kemampuan berpikir 'ciptaan' menyelami Hati & Pikiran Sang Pencipta...?




Bitung, 11 November 2015

Friday, August 16, 2019

Facebook Bab 3 dan Jeritan Tarzan



Waktu cewek bungsu gue belom bisa baca, gue sempat heran waktu dia bilang ‘ya, bersambung’ ketika film yang di tontonnya abis dan ada tulisan ‘tobe continue’  Pas gue tanya ke istri gue, katanya si-bungsu cuma ngikutin kata-kata kakaknya tiap film udah abis dan ada tulisan begitunya.

Rata-rata film dulu emang slalu ada tulisan ‘to be continue’ ato bersambung kalo emang filmnya berseri.  Tapi fenomena begitu berubah karena kebanyakan film sekarang cukup di tulis the series ato seguel  kalo pengen di panjang-panjangin, ato kalo filmnya nunjukin gejala bakal ‘meledak’...duaarrrr, di pasaran.  Liat aja Die Hard-nya Bruce Willis, Home alone, Lethal Weapon, Batman, Spider Man, Twillight Saga, Pirates of Carribean, ato Lord of The Rings.

Cuma gue agak heran sama film Jaws yang malahan berhenti di bagian ke-3, padahal film tentang hiu kan bisa dibikin sampe 1000 seri.  Lah wong hiu belom punah.  Emang sich paling kisahnya ngga jauh dari masalah gigit-gigitan dan telen-telenan.  Kan konyol kalo misalnya di Jaws 12 si-hiu udah bertobat menggigit dan malah ngambil S2 di Fakultas Perikanan, ato ikut pemilihan calon legislatif....hehehe...becanda.

Kita balik ke topik: Facebook.

Kalo gue milih judul FB bagian ke-3, sama sekali bukan lantaran terinspirasi sama istilah the series, ato sequel.  Tapi karena ini emang tulisan ke-3  gue soal FB.

Cuman walau ini bagian ke-3, bukan berarti dibagian ini banyak berkisah tentang pertobatan gue yang berhenti  nge-FB ato ngubah stail interaksi, tapi lebih cenderung ke pengamatan mata sipit gue pada stail para pesbuker dalam berinteraksi dan bersosialisasi.

Kalo di 2 tulisan tentang FB sebelumnya gue banyak menyoroti (tanpa lampu sorot) soal betapa FB sukses membunuh banyak kenelangsaan dan membangkitkan keceriaan serta kesumringahan massal pesbuker mania, kali ini gue nyoba menggali sisi-sisi sakti FB pada kehidupan pribadi pesbuker.

Diakui ato tidak,  ternyata tingkat kepercayaan diri seseorang dalam ber-Fb ria justru  terbebas dari hal-hal yang dalam dunia nyata lebih sering mewarnainya.  Kalo gue amatin, banyak orang yang di kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pejabat tinggi ato golongan ‘the have’ yang  begitu PD-nya waktu   wara-wiri di toko, mall-mall mahal, showroom mobil, ato galeri seni justru sering terkesan jaga image dan kurang ‘lepas’ saat ber-FB. 

Mereka,- para pejabat tinggi dan golongan ‘the have’ yang di tengah masyarakat kerap mendapat label ‘sukses’ dan terpandang tersebut terkesan lebih memilih jadi pengamat,  dan berkomunikasi lewat uplot gambar yang banyak mengisahkan sebareg aktifitas,  serta  statement-stament tunggal dalam statusnya.  Entah karena sibuk ato alasan lainnya, mereka cenderung terkesan ‘menunggu respon’ koment dari pesbuker lain, hingga tampak kurang atraktif.  Bahasa-bahasanya banyak yang berbau ‘formal’ dan terlalu baku.   

Beda dengan pesbuker  yang  ‘biasa-biasa’  aja, mungkin lantaran merasa terbebas oleh paradigma, ikon,  label, ato segala hal yang merepresentasikan kepemilikan, jabatan ataupun kekuasaan, malah lebih bisa menghadirkan cakrawala segar yang menceriakan dan bikin orang ngga boring, doyan senyum, ato malah cekikan sendiri di mana aja mereka berada.  Makanya  ngga heran kalo wall-wall mereka lebih sering diintip dan digauli oleh pesbuker lain.  Selain natural banget, mereka lebih bisa menampilkan diri apa adanya.   

Mereka cenderung lebih mampu menghindar dari percakapan yang menjurus ke perdebatan, pendiskriminasian, dan perendahan harkat dan martabat orang lain.  Malah,  walau sering terkesan asal ngomong, sebenarnya mereka justru menyembunyikan kepiawaian untuk bikin orang lain gembira.  Gue rasa itu malah cerdas dan elegant.  Loh, iya toh, kan tugas orang cerdas yang sebenarnya adalah bikin hidup orang lain penuh keceriaan dan kegembiraan (gue kutip dari salah satu dialog di film Spider-man), bukannya bikin kening orang berkerut karena tersinggung,  merasa direndahkan, apalagi sakit hati.

Emang juga sih kalo terkadang kritikan pedas, sindiran dan sejenisnya cukup ampuh untuk memotivasi, memberikan pencerahan, bahkan penyadaran dan pertobatan.  Cuman berapa banyak orang sih yang menggerayangin facebook buat menemukan dirinya di sindir dan di telanjangin abis-abisan ?  Coba deh misalnya loe yang dengan bangganya ngaplot photo sambil nyetir mobil baru yang plastiknya belom di cabut.  Kan loe berharap bakal mbaca koment-koment asyik dari temen-temen, misalnya kayaq gini: ‘wah selamat sob, mantep tu mobil barunya.  Kapan nich mo ngajak jalan-jalan ?’       

Eh bukan koment kayaq gitu, malah disudutin sama kalimat negatif yang mempermalukan diri loe.  Kasihan kan.  Banyak loh kasus kayaq gitu.  Padahal kan sebenarnya sah-sah aja dong apa yang dia lakonin.  Emangnya ada undang-undang di negara ini yang melarang orang peragaan busana ato harta kekayaan ? 

Hehehe,....sebelum dapet pencerahan, gue justru salah satu yang doyan nulis statement miring.  Tapi kan dulu (3 minggu lalu,...wkwkwk).  Sekarang ngga lagi.

Dan kalaupun gue menelurkan tulisan ini, gue bukannya sedang, ato bermaksud menghakimi segelintir orang, tapi lagi mencoba menguak sedikit tabir dari kegiatan insidentil para pesbuker.  And lagi, bukankah sebuah hal yang lumrah ketika sebuah penilaian kerap ‘mengangkat’ satu pihak dan ‘menurunkan’ yang lain.  Walau bukan begitu tujuannya. 

Gue ngga tau bagaimana spektakulernya masa-masa  ketika teori relativitas ato gravitasi  dikemukakan, mesin uap, telephon, motor, pesawat di temukan, ato saat manusia pertama kali nongkrongin bulan.  Tapi gue yakin ngga ada yang melebihi euforia, kegegap gempitaan, dan kesepktakuleran saat FB menjelajahi kehidupan manusia modern.

Ngga ada produk yang pernah terjual lebih banyak dari FB, ngga ada film, music atau apapun di jaman modern yang di tonton dan di dengar orang lebih banyak dari yang FB dapatkan.  Bahkan, ngga ada satu agama-pun yang terdaftar di bumi yang mengalami peningkatan jemaat sepesat dan sefantastis FB. 

Di era-era awal boomingnya, FB bukan cuma bikin banyak orang melalangbuana ke ‘dunia lain’ dengan perasaan campur aduk yang belom pernah mereka alamin (kan terbukti banyak orang lebih rela ngga makan and mandi demi bersetubuh sama facebook),  tapi juga bikin banyak presiden dan petinggi-petinggi dunia  rela meng-interup sidang-sidang penting dan makan siangnya cuma sekedar nggosipin FB, lantaran kegiatan intelejen dan rahasia militer juga sempat keceplosan di status FB, ato uplotan gambar salah satu prajuritnya.  Beberapa negara bahkan pernah sempat mengharamkan FB untuk di sentuh.

Ngga sampe situ aja,  konon, pergerakan bursa saham wall street, fluktuasi nilai kurs, serta perekonomian dunia pernah sempat sukses ‘digoyang’ fenomena FB.  Gimana mekanismenya, gue sendiri ngga jelas.  Tapi simplenya, kan sekarang pemilihan caleg sampe presiden udah manfaatin FB sebagai  salah satu kendaraan ampuh yang ekspansinya lebih cepat dari kereta super cepatnya Jepang, shinkanzen.  Nah, kan biasanya siapa kandidat presiden yang berpotensi besar jadi pemenang bakal mempengaruhi ‘kuat dan lemahnya’ mata uang sebuah negara.

Udah ngga heran kalo di manapun kita berada sekarang, kita akan sangat maklum ngeliat orang yang senyam-senyum sendiri sambil melototin HP ato tabletnya.  Gue pernah liat sendiri koq di angkot, Bis transjakarta, terminal bis Tangkoko Bitung, Gunung Klabat, bahkan kereta supercepat Jepang.  Ngga anak muda, orang tua, anak-anak, kaya, miskin, pejabat, penjahat, hamba Allah, ato hamba setan, semua pengen nyicipin madu Facebook.

Rasanya ngga berlebihan kalo gue ibaratkan facebook itu ‘kitab suci elektronik’ yang bebas dari unsur SARA. (Awal2nya sih ngga,...tapi akhirnya terkontaminasi juga).  Dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.

Emang sekarang juga udah ada ‘Tw’ ber-ikon burung kecil.  Tapi kan tetep aja cuma pengekor.  Kurang sakti.   Kan peniruan adalah pengakuan terselubung.

Orang bijak bilang, tergantung ke tangan manusia macam apa  sesuatu itu digenggam, niscaya ia akan jadi berkah, atau kutukan.  Ironisnya, kondisi tersebut juga di alami FB.  Dari penyembuhan, pencerahan, dan pertobatan,  sampe penipuan dan pembunuhan, semuanya pernah ‘melibatkan’ FB sebagai medianya.  Padahal, Mark Zuckerberg, -sang creator ajaib, memulai debut penciptaannya semata karena kerinduannya untuk berkomunikasi intens sama ayah dan teman-temannya.

(Just info, saat ini si-Mark eto di klaim sebagai orang muda terkaya di planet bumi dengan kekayaan 335,7 Triliun)

Gue rasa bukan hal yang mengherankan kalo suatu saat kelak FB juga bakal di masukin di KTP, SIM, paspor, ato BPJS. 

Dan bukan itu aja, gue rasa kalo monyet, jerapah, ato kura-kura bisa ngakses internet, kita bakalan ketambahan teman, dan kemampuan berbahasa hewan.  Dan dari sana kita bakalan tahu kalo ternyata si-Tarzan itu bohong.  Masa manggil gajah sama harimau cuma auoooooooooooooooooooooo.............