Waktu cewek bungsu gue belom bisa
baca, gue sempat heran waktu dia bilang ‘ya, bersambung’ ketika film yang di
tontonnya abis dan ada tulisan ‘tobe continue’
Pas gue tanya ke istri gue, katanya si-bungsu cuma ngikutin kata-kata
kakaknya tiap film udah abis dan ada tulisan begitunya.
Rata-rata film dulu emang slalu
ada tulisan ‘to be continue’ ato bersambung kalo emang filmnya berseri. Tapi fenomena begitu berubah karena
kebanyakan film sekarang cukup di tulis the series ato seguel kalo pengen di panjang-panjangin, ato kalo
filmnya nunjukin gejala bakal ‘meledak’...duaarrrr, di pasaran. Liat aja Die Hard-nya Bruce Willis, Home
alone, Lethal Weapon, Batman, Spider Man, Twillight Saga, Pirates of Carribean,
ato Lord of The Rings.
Cuma gue agak heran sama film
Jaws yang malahan berhenti di bagian ke-3, padahal film tentang hiu kan bisa
dibikin sampe 1000 seri. Lah wong hiu
belom punah. Emang sich paling kisahnya
ngga jauh dari masalah gigit-gigitan dan telen-telenan. Kan konyol kalo misalnya di Jaws 12 si-hiu
udah bertobat menggigit dan malah ngambil S2 di Fakultas Perikanan, ato ikut
pemilihan calon legislatif....hehehe...becanda.
Kita balik ke topik: Facebook.
Kalo gue milih judul FB bagian
ke-3, sama sekali bukan lantaran terinspirasi sama istilah the series, ato
sequel. Tapi karena ini emang tulisan
ke-3 gue soal FB.
Cuman walau ini bagian ke-3,
bukan berarti dibagian ini banyak berkisah tentang pertobatan gue yang
berhenti nge-FB ato ngubah stail
interaksi, tapi lebih cenderung ke pengamatan mata sipit gue pada stail para
pesbuker dalam berinteraksi dan bersosialisasi.
Kalo di 2 tulisan tentang FB
sebelumnya gue banyak menyoroti (tanpa lampu sorot) soal betapa FB sukses
membunuh banyak kenelangsaan dan membangkitkan keceriaan serta kesumringahan
massal pesbuker mania, kali ini gue nyoba menggali sisi-sisi sakti FB pada
kehidupan pribadi pesbuker.
Diakui ato tidak, ternyata tingkat kepercayaan diri seseorang
dalam ber-Fb ria justru terbebas dari
hal-hal yang dalam dunia nyata lebih sering mewarnainya. Kalo gue amatin, banyak orang yang di
kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pejabat tinggi ato golongan ‘the have’
yang begitu PD-nya waktu wara-wiri di toko, mall-mall mahal, showroom
mobil, ato galeri seni justru sering terkesan jaga image dan kurang ‘lepas’
saat ber-FB.
Mereka,- para pejabat tinggi dan
golongan ‘the have’ yang di tengah masyarakat kerap mendapat label ‘sukses’ dan
terpandang tersebut terkesan lebih memilih jadi pengamat, dan berkomunikasi lewat uplot gambar yang
banyak mengisahkan sebareg aktifitas, serta
statement-stament tunggal dalam
statusnya. Entah karena sibuk ato alasan
lainnya, mereka cenderung terkesan ‘menunggu respon’ koment dari pesbuker lain,
hingga tampak kurang atraktif.
Bahasa-bahasanya banyak yang berbau ‘formal’ dan terlalu baku.
Beda dengan pesbuker yang ‘biasa-biasa’ aja, mungkin lantaran merasa terbebas oleh
paradigma, ikon, label, ato segala hal yang
merepresentasikan kepemilikan, jabatan ataupun kekuasaan, malah lebih bisa
menghadirkan cakrawala segar yang menceriakan dan bikin orang ngga boring, doyan
senyum, ato malah cekikan sendiri di mana aja mereka berada. Makanya
ngga heran kalo wall-wall mereka lebih sering diintip dan digauli oleh
pesbuker lain. Selain natural banget,
mereka lebih bisa menampilkan diri apa adanya.
Mereka cenderung lebih mampu menghindar dari percakapan yang menjurus ke
perdebatan, pendiskriminasian, dan perendahan harkat dan martabat orang
lain. Malah, walau sering terkesan asal ngomong, sebenarnya
mereka justru menyembunyikan kepiawaian untuk bikin orang lain gembira. Gue rasa itu malah cerdas dan elegant. Loh, iya toh, kan tugas orang cerdas yang
sebenarnya adalah bikin hidup orang lain penuh keceriaan dan kegembiraan (gue
kutip dari salah satu dialog di film Spider-man), bukannya bikin kening orang
berkerut karena tersinggung, merasa
direndahkan, apalagi sakit hati.
Emang juga sih kalo terkadang
kritikan pedas, sindiran dan sejenisnya cukup ampuh untuk memotivasi,
memberikan pencerahan, bahkan penyadaran dan pertobatan. Cuman berapa banyak orang sih yang
menggerayangin facebook buat menemukan dirinya di sindir dan di telanjangin
abis-abisan ? Coba deh misalnya loe yang
dengan bangganya ngaplot photo sambil nyetir mobil baru yang plastiknya belom
di cabut. Kan loe berharap bakal mbaca
koment-koment asyik dari temen-temen, misalnya kayaq gini: ‘wah selamat sob, mantep tu mobil
barunya. Kapan nich mo ngajak jalan-jalan
?’
Eh bukan koment kayaq gitu, malah
disudutin sama kalimat negatif yang mempermalukan diri loe. Kasihan kan.
Banyak loh kasus kayaq gitu.
Padahal kan sebenarnya sah-sah aja dong apa yang dia lakonin. Emangnya ada undang-undang di negara ini yang
melarang orang peragaan busana ato harta kekayaan ?
Hehehe,....sebelum dapet
pencerahan, gue justru salah satu yang doyan nulis statement miring. Tapi kan dulu (3 minggu lalu,...wkwkwk). Sekarang ngga lagi.
Dan kalaupun gue menelurkan
tulisan ini, gue bukannya sedang, ato bermaksud menghakimi segelintir orang,
tapi lagi mencoba menguak sedikit tabir dari kegiatan insidentil para pesbuker. And lagi, bukankah sebuah hal yang lumrah
ketika sebuah penilaian kerap ‘mengangkat’ satu pihak dan ‘menurunkan’ yang
lain. Walau bukan begitu tujuannya.
Gue ngga tau bagaimana
spektakulernya masa-masa ketika teori
relativitas ato gravitasi dikemukakan,
mesin uap, telephon, motor, pesawat di temukan, ato saat manusia pertama kali
nongkrongin bulan. Tapi gue yakin ngga
ada yang melebihi euforia, kegegap gempitaan, dan kesepktakuleran saat FB
menjelajahi kehidupan manusia modern.
Ngga ada produk yang pernah
terjual lebih banyak dari FB, ngga ada film, music atau apapun di jaman modern
yang di tonton dan di dengar orang lebih banyak dari yang FB dapatkan. Bahkan, ngga ada satu agama-pun yang terdaftar
di bumi yang mengalami peningkatan jemaat sepesat dan sefantastis FB.
Di era-era awal boomingnya, FB
bukan cuma bikin banyak orang melalangbuana ke ‘dunia lain’ dengan perasaan
campur aduk yang belom pernah mereka alamin (kan terbukti banyak orang lebih
rela ngga makan and mandi demi bersetubuh sama facebook), tapi juga bikin banyak presiden dan
petinggi-petinggi dunia rela
meng-interup sidang-sidang penting dan makan siangnya cuma sekedar nggosipin
FB, lantaran kegiatan intelejen dan rahasia militer juga sempat keceplosan di
status FB, ato uplotan gambar salah satu prajuritnya. Beberapa negara bahkan pernah sempat
mengharamkan FB untuk di sentuh.
Ngga sampe situ aja, konon, pergerakan bursa saham wall street,
fluktuasi nilai kurs, serta perekonomian dunia pernah sempat sukses ‘digoyang’
fenomena FB. Gimana mekanismenya, gue
sendiri ngga jelas. Tapi simplenya, kan
sekarang pemilihan caleg sampe presiden udah manfaatin FB sebagai salah satu kendaraan ampuh yang ekspansinya
lebih cepat dari kereta super cepatnya Jepang, shinkanzen. Nah, kan biasanya siapa kandidat presiden yang
berpotensi besar jadi pemenang bakal mempengaruhi ‘kuat dan lemahnya’ mata uang
sebuah negara.
Udah ngga heran kalo di manapun
kita berada sekarang, kita akan sangat maklum ngeliat orang yang senyam-senyum
sendiri sambil melototin HP ato tabletnya.
Gue pernah liat sendiri koq di angkot, Bis transjakarta, terminal bis
Tangkoko Bitung, Gunung Klabat, bahkan kereta supercepat Jepang. Ngga anak muda, orang tua, anak-anak, kaya,
miskin, pejabat, penjahat, hamba Allah, ato hamba setan, semua pengen nyicipin
madu Facebook.
Rasanya ngga berlebihan kalo gue
ibaratkan facebook itu ‘kitab suci elektronik’ yang bebas dari unsur SARA. (Awal2nya sih ngga,...tapi akhirnya terkontaminasi juga). Dari manusia, oleh manusia, dan untuk
manusia.
Emang sekarang juga udah ada ‘Tw’
ber-ikon burung kecil. Tapi kan tetep
aja cuma pengekor. Kurang sakti. Kan peniruan adalah pengakuan terselubung.
Orang bijak bilang, tergantung ke
tangan manusia macam apa sesuatu itu
digenggam, niscaya ia akan jadi berkah, atau kutukan. Ironisnya, kondisi tersebut juga di alami FB. Dari penyembuhan, pencerahan, dan pertobatan,
sampe penipuan dan pembunuhan, semuanya
pernah ‘melibatkan’ FB sebagai medianya.
Padahal, Mark Zuckerberg, -sang creator ajaib, memulai debut
penciptaannya semata karena kerinduannya untuk berkomunikasi intens sama ayah
dan teman-temannya.
(Just info, saat ini si-Mark eto
di klaim sebagai orang muda terkaya di planet bumi dengan kekayaan 335,7
Triliun)
Gue rasa bukan hal yang
mengherankan kalo suatu saat kelak FB juga bakal di masukin di KTP, SIM, paspor,
ato BPJS.
Dan bukan itu aja, gue rasa kalo
monyet, jerapah, ato kura-kura bisa ngakses internet, kita bakalan ketambahan
teman, dan kemampuan berbahasa hewan. Dan dari sana kita bakalan tahu kalo ternyata
si-Tarzan itu bohong. Masa manggil gajah
sama harimau cuma auoooooooooooooooooooooo.............